Selasa, 25 Maret 2014

Y. B. Mangunwijaya


astor Yusuf Bilyarta Mangunwijaya Pr
Mangun.jpg
Gereja Gereja Katolik Roma
Keuskupan Semarang
Penugasan
Penahbisan 8 September 1959
oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ
Data diri
Nama lahir Yusuf Bilyarta Mangunwijaya
Lahir 6 Mei 1929
Ambarawa, Jawa Tengah
Meninggal dunia 10 Februari 1999 (umur 69)
Jakarta, Indonesia
Kewarganegaraan  Indonesia
Denominasi Katolik Roma
Kediaman Keuskupan Agung Semarang                 

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. (lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929 – meninggal di Jakarta, 10 Februari 1999 pada umur 69 tahun), dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik (bahasa Jawa untuk "rakyat kecil"). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Rama Mangun (atau dibaca "Romo Mangun" dalam bahasa Jawa).
Romo Mangun adalah anak sulung dari 12 bersaudara pasangan suami istri Yulianus Sumadi dan Serafin Kamdaniyah.

 Karier

Sastra

Romo Mangun dikenal melalui novelnya yang berjudul Burung-Burung Manyar. Mendapatkan penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996. Ia banyak melahirkan kumpulan novel seperti di antaranya: Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, Roro Mendut, Durga/Umayi, Burung-Burung Manyar dan esai-esainya tersebar di berbagai surat kabar di Indonesia. Buku Sastra dan Religiositas yang ditulisnya mendapat penghargaan buku non-fiksi terbaik tahun 1982.

Arsitektur

Dalam bidang arsitektur, beliau juga kerap dijuluki sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Salah satu penghargaan yang pernah diterimanya adalah Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan pemukiman di tepi Kali Code, Yogyakarta. Ia juga menerima The Ruth and Ralph Erskine Fellowship pada tahun 1995, sebagai bukti dari dedikasinya terhadap wong cilik. Hasil jerih payahnya untuk mengubah perumahan miskin di sepanjang tepi Kali Code mengangkatnya sebagai salah satu arsitek terbaik di Indonesia. Menurut Erwinthon P. Napitupulu, penulis buku tentang Romo Mangun yang akan diluncurkan pada akhir tahun 2011, Romo Mangun termasuk dalam daftar 10 arsitek Indonesia terbaik.

Politik

Kekecewaan Romo terhadap sistem pendidikan di Indonesia menimbulkan gagasan-gagasan di benaknya. Dia lalu membangun Yayasan Dinamika Edukasi Dasar. Sebelumnya, Romo membangun gagasan SD yang eksploratif pada penduduk korban proyek pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah, serta penduduk miskin di pinggiran Kali Code, Yogyakarta.
Perjuangannya dalam membela kaum miskin, tertindas dan terpinggirkan oleh politik dan kepentingan para pejabat dengan "jeritan suara hati nurani" menjadikan dirinya beroposisi selama masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Kematian

Rama Mangun meninggal pada hari Rabu, 10 Februari 1999 pukul 14:10 WIB di Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta, setelah terkena serangan jantung saat berbicara di Hotel Le Meridien, Jakarta. Beliau dimakamkan di makam biara komunitasnya di Kentungan, Yogyakarta.

Pendidikan

  • HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan, Magelang (1936-1943)
  • STM Jetis, Yogyakarta (1943-1947)
  • SMU-B Santo Albertus, Malang (1948-1951)
  • Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta (1951)
  • Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang (1952)
  • Filsafat Teologi Sancti Pauli, Kotabaru, Yogyakarta (1953-1959)
  • Teknik Arsitektur, ITB, Bandung (1959)
  • Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman (1960-1966)
  • Fellow Aspen Institute for Humanistic Studies, Colorado, AS (1978)

Biografi

Di tahun 1936, Y. B. Mangunwijaya masuk HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan, Magelang. Setelah tamat di tahu 1943, dia meneruskan ke ke STM Jetis, Yogyakarta, di mana dia mulai tertarik pada Sejarah Dunia dan Filsafat. Sebelum sekolah tersebut dibubarkan setahun kemudian, dia aktif mengikuti kingrohosi yang diadakan tentara Jepang di lapangan Balapan, Yogyakarta. Di tahun 1945, Y. B. Mangunwijaya bergabung sebagai prajurit TKR Batalyon X divisi III dan bertugas di asrama militer di Vrederburg, lalu di asrama militer di Kotabaru, Yogyakarta. Dia sempat ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Setahun kemudia, dia kembali melanjutkan sekolahnya di STM Jetis dan bergabung menjadi prajurit Tentara Pelajar.
Setelah lulus pada 1947, Agresi Militer Belanda I melanda Indonesia sehingga Y. B. Mangunwijaya kembali bergabung dalam TP Brigade XVII sebagai komandan TP Kompi Kedu.
  • 1948
    • Masuk SMU-B Santo Albertus, Malang
  • 1950
    • Sebagai perwakilan dari Pemuda Katolik menghadiri perayaan kemenangan RI di alun-alun kota Malang. Di sini Mangun mendengar pidato Mayor Isman yang kemudian sangat berpengaruh bagi masa depannya.
  • 1951
  • 1952
  • 1953
  • 1959
  • 1960
  • 1963
  • 1966
    • Lulus pendidikan arsitektur dan kembali ke Indonesia.
  • 1967-1980
    • Menjadi Pastor Paroki di Gereja Santa Theresia, Desa Salam, Magelang.
    • Mulai berhubungan dengan pemuka agama lain, seperti Gus Dur dan Ibu Gedong Bagoes Oka.
    • Menjadi Dosen Luar Biasa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UGM.
    • Mulai menulis artikel untuk koran Indonesia Raya dan Kompas, tulisan-tulisannya kebanyakan bertema: agama, kebudayaan, dan teknologi. Juga menulis cerpen dan novel.
  • 1975
    • Memenangkan Piala Kincir Emas, dalam cerpen yang diselenggarakan Radio Nederland.
  • 1978
  • 1980-1986
    • Mendampingi warga tepi Kali Code yang terancam penggusuran. Melakukan mogok makan menolak rencana penggusuran.
  • 1986-1994
    • Mendampingi warga Kedung Ombo yang menjadi korban proyek pembangunan waduk.
  • 1992
    • Mendapat The Aga Khan Award untuk arsitektur Kali Code.
  • 1994
    • Mendirikan laboratorium Dinamika Edukasi Dasar. Model pendidikan DED ini diterapkan di SD Kanisius Mangunan, di Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
  • 1998 26 Mei
    • Romo Mangun menjadi salah satu pembicara utama dalam aksi demonstrasi peringatan terbunuhnya Moses Gatutkaca di Yogyakarta.
  • 10 Februari 1999
    • Wafat karena serangan jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru di Hotel Le Meridien, Jakarta.

Karya Arsitektur

  • Pemukiman warga tepi Kali Code, Yogyakarta
  • Kompleks Religi Sendangsono, Yogyakarta
  • Gedung Keuskupan Agung Semarang
  • Gedung Bentara Budaya, Jakarta
  • Gereja Katolik Jetis, Yogyakarta
  • Gereja Katolik Cilincing, Jakarta
  • Markas Kowihan II
  • Biara Trappist Gedono, Salatiga, Semarang
  • Gereja Maria Assumpta, Klaten
  • Gereja Katolik Santa Perawan Maria di Fatima Sragen
  • Gereja Maria Sapta Duka, Mendut
  • Gereja Katolik St. Pius X, Blora
  • Wisma Salam, Magelang

Penghargaan

  • Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland
  • Aga Khan Award for Architecture untuk permukiman warga pinggiran Kali Code, Yogyakarta [www.akdn.org/agency/akaa/fifthcycle/indonesia.html]
  • Penghargaan arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat peziarahan Sendangsono.
  • Pernghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996

Buku dan tulisan

  • Balada Becak, novel, 1985
  • Balada dara-dara Mendut, novel, 1993
  • Burung-Burung Rantau, novel, 1992
  • Burung-Burung Manyar, novel, 1981
  • Di Bawah Bayang-Bayang Adikuasa, 1987
  • Durga Umayi, novel, 1985
  • Esei-esei orang Republik, 1987
  • Fisika Bangunan, buku Arsitektur, 1980
  • Gereja Diaspora, 1999
  • Gerundelan Orang Republik, 1995
  • Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, novel, 1983
  • Impian Dari Yogyakarta, 2003
  • Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta, 2000
  • Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan: renungan filsafat hidup, manusia modern, 1999
  • Memuliakan Allah, Mengangkat Manusia, 1999
  • Menjadi generasi pasca-Indonesia: kegelisahan Y.B. Mangunwijaya, 1999
  • Menuju Indonesia Serba Baru, 1998
  • Menuju Republik Indonesia Serikat, 1998
  • Merintis RI Yang Manusiawi: Republik yang adil dan beradab, 1999
  • Pasca-Indonesia, Pasca-Einstein, 1999
  • Pemasyarakatan susastra dipandang dari sudut budaya, 1986
  • Pohon-Pohon Sesawi, novel, 1999
  • Politik Hati Nurani
  • Puntung-Puntung Roro Mendut, 1978
  • Putri duyung yang mendamba: renungan filsafat hidup manusia modern
  • Ragawidya, 1986
  • Romo Rahadi, novel, 1981 (terbit dengan nama samaran Y. Wastu Wijaya)
  • Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri, novel trilogi, dimuat 1982-1987 di harian Kompas, dibukukan 2008
  • Rumah Bambu, kumpulan cerpen, 2000
  • Sastra dan Religiositas, kumpulan esai, 1982
  • Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat, 1999
  • Soeharto dalam Cerpen Indonesia, 2001
  • Spiritualitas Baru
  • Tentara dan Kaum Bersenjata, 1999
  • Tumbal: kumpulan tulisan tentang kebudayaan, perikemanusiaan dan kemasyarakatan, 1994
  • Wastu Citra, buku Arsitektur, 1988